Sabtu, 22 September 2012

pameranmu kalangkabutku lanjutane

Malam ini begitu suram. Sudah tiga hari ini aku dan Adit tidak bertemu. Padahal besok adalah hari terakhir pamerannya. Dan aku sama sekali belum datang melihatnya. Ingin sekali rasanya datang, tetapi gengsi ini tak mengijinkan. 
Dua hari yang lalu Adit datang mengambil katalog pembawa dukanya itu, aku tak sudi menemuinya jadi kuletakkan katalog itu di depan kos. Adit sudah menyadari apa yang membuatku seperti ini. Tak satupun penjelasan keluar dari mulutnya. Hanya pesan singkat lewat sms yang hanya membuatku semakin gondok. 

Maaf, tp aku punya alasan tersendiri knp ga nyantumin nama km. Sender: adit syg 
Aaaarggghhh…mengapa aku bisa jatuh cinta pada manusia super menyebalkan seperti dia?teramat bodohkah diriku ini? dan yang membuatku merasa semakin bodoh adalah mengapa hari ini aku begitu rindu padanya… 
Padahal aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak mengunjungi pamerannya. Tapi tak tenang rasanya, apakah aku tidak akan menyesal? Pameran sekali seumur hidupnya dan aku sebagai pacarnya sama sekali tak datang. Aaaargghhh.. Ya. Sudah kuputuskan. Besok aku akan datang. Pasti. Tunggu aku di sana wahai manusia menyebalkan. 
----~~~ 
Pagi harinya ketika aku bersiap-siap…. Trrrttt..trrrrtt…trrrrttt… Hapeku bergetar, ada yang telfon. Wah, dosen pembimbingku telfon. Ada apakah gerangan? 
“Halo, iya bu. Oh,sekarang? Baik bu. Saya kesana”. 
Panggilan alam. Sang dosen memanggilku ke rumahnya untuk mengambil proposal skripsiku yang sudah di koreksinya. 
Ah, paling juga cuma sebentar, pikirku. Sesampainya di rumah beliau, aku disuguhi dengan kenyataan di luar angan.
 “Untung kamu cepat datang kesini Safina, saya sudah tak tahu harus minta tolong sama siapa. Saya dapat tugas dari kaprodi untuk mengetik ulang data mahasiswa. Ada masalah dengan database di fakultas. Oiya, ini proposal skripsi kamu. Sudah bagus. Sudah saya ACC”, kata bu dosen berwajah malaikat itu. 
Aku hanya bisa terbengong melihat setumpuk lembaran kertas yang harus disalin itu sambil melihat jam. 
“Oh, apa kamu ada kegiatan di kampus? Ada acara penting kah Safina? Kalau tidak bisa tidak apa-apa…”, sambung bu dosen. 
“Oh, tidak bu, saya free kok hari ini..hehehe”, jawabku sambil meringis dan membatin, mungkin ini jalan yang dipilihkan Tuhan untukku agar tak perlu melihat pamerannya. 
Bermenit-menit, berjam-jam kemudian setelah kami berkutat dengan computer dan kertas, akhirnya sampailah pada lembar terakhir. Dan finish. Yes. 
 “Terimakasih banyak lho Safina, kalau ndak ada kamu ibu pasti masih ngetik sampai malam. Cepat dilanjutkan skripsinya. Langsung bab 1 sampai bab 3 saja, nanti baru bimbingan lagi”, kata bu dosen. 
“Iya bu, sama-sama.. baik bu, saya permisi pulang dulu”, aku langsung ngacir. 
Jam menunjukkan pukul 13.35, aduh, keburu sampai pameran tak ya? Udah siang banget. 
Ku pacu motor maticku dengan kencang. Tiba-tiba ciiiiiiitttttttt…. Ada mobil berhenti mendadak. untung rem cakramku bekerja dengan baik. Fiuhhh… Tinggal satu tikungan lagi dan sampailah ke gedung tempat pameran. Dan olala. 
Ini apa-apaan??? Tiga motor memalang jalan, beberapa mahasiswa angkatan baru kongkow sambil ngerokok bergaya sok keren. 
“HEH! Jalan punya mbahmu apa???? Singkirin tu motor!!!” bentakku. 
Mahasiswa-mahasiswa ababil itu meminggirkan motor mereka sambil nyengir dan minta maaf. Dasar.
 Ku parkirkan motorku dan aku berlari menyebrangi lapangan menuju gedung pameran. Tiba-tiba aku mendengar suara yang akrab memanggil namaku. 
“Safina! Woi. Mau kemana?” 
Begitu melihat si pemanggil lemaslah badanku. Adit membawa beberapa lukisannya ke motor dibantu beberapa teman. 
“Lho? Udah kelar pamerannya?kok nggak nungguin aku?”, hampir nangis rasanya. 
Adit menghampiriku dan menyalami tanganku seperti teman yang sudah lama tak bertemu. 
“Iya, udah kelar. Barusan dibantuin sama anak-anak beres-beres. Kamu udah makan?”, tanyanya. 
“Oh.gitu ya?aku belum makan kok. Tadi dari rumah bu Titi ambil proposal”, jawabku. 
“Bagus deh kalo belum makan. Ini aku sama anak-anak mau makan. Ikut yuk?” 
“Boleh deh”, jawabku singkat sambil mikir, pasti aku bakal dikacangin di depan teman-temannya lagi. Huft. 
Kemudian kami menuju kantin kampus dan memesan makanan. Aku duduk di sebelah Adit. Melting. Ya. Aku meleleh. Istilah yang biasa digunakan ketika kita merasa jantung berdetak kencang tapi bukan karena sakit jantung, ketika kita merasa panas dingin tapi bukan karena masuk angin. Aku benar-benar meleleh laksana es krim di bawah terik matahari. 
Semenjak masuk kantin, Adit memegang tanganku, menggandengku selama kami duduk dan menunggu pesanan, mengusap punggung tanganku ketika dia asyik ngobrol dengan teman-temannya. Aku memang dikacangin seperti biasa, memang tidak dilibatkan dalam obrolan mereka seperti biasa, tapi Adit tetap memperhatikanku dengan cara yang lain dan ini adalah hal yang tidak biasa. 
Aku cuma bisa nunduk atau kadang-kadang ikut nyengir kalau mereka ngakak atau melihat ke arah lain untuk menutupi saltingku.

4 komentar: