Kamis, 30 Agustus 2012

Embrio tetaplah embrio


Tiba tiba ingin menulis lagi. Tiba tiba ingin memindahkan isi kepalaku ke tempat lain. Tiba tiba hari ini begitu muram. Tiba tiba yang ada hanya galau.
Ya, hari ini saya memang sedang galau. Setiap hari saya merasa galau. Meskipun di sela-sela kegalauan itu pasti saya sempatkan untuk menghubungi teman-teman saya dan saya akan tertawa-tawa ketika mengetahui bahwa mereka juga merasakan kegalauan yang sama dengan saya. Bahkan ada yang lebih galau. Tetapi tetap saja saya merasa galau.
Hari ini adalah hari terakhir saya bekerja di tempat ini sebagai seorang staf merangkap pengajar. Hari-hari yang akan datang saya tetap bekerja di sini, sebagai seorang pengajar saja. Banyak hal akan berbeda. Terutama gaji dan jam kerja. Namun bukan itu yang membuat saya galau, sama sekali bukan. Satu-satunya yang menyebabkan kegalauan adalah status saya yang tadinya sebagai pekerja menjadi pengangguran. Meskipun sebenarnya saya tidak menganggur nantinya, anggapan orang-orang akan berbeda tentunya. Hais. Begitulah manusia Indonesia. Senang sekali mengira-ngira, senang sekali jika dirinya lebih baik dari orang lain padahal dirinya sendiri belum cukup baik dibandingkan orang lain juga. Kalimat saya sangat membingungkan. Efek galau. Biasa. Belum lagi jika beberapa orang nantinya bertanya kenapa saya tak lagi bekerja? Kenapa saya belum juga mengajar di sekolah? Hais. Lelah rasanya harus menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Anda-anda sekalian yang tidak tahu apa-apa, cukuplah diam dan get out of my business...hrrrkkk
Entah kenapa rasanya mual sekali. Mual di perut yang diakibatkan oleh kemuakan saya dengan beberapa hal. Salah satunya sudah saya sebutkan di atas. Salah  selanjutnya adalah karena orang-orang dewasa di sekitar saya mengalami kelabilan. Hari pertama berkata A, hari selanjutnya berkata Z. Berlawanan. Membuat embrio semacam saya kalang kabut. Ya, saya menyebut diri saya sebagai embrio. Belum menjadi sebuah individu yang utuh, belum memiliki hak untuk menentukan jalan hidup.
Kekalangkabutan itulah yang saya sebut  sebagai kegalauan. Tak tahu harus membagi sebongkah kegalauan ini kepada siapa, maka blog yang tak berdosa ini pun menjadi sasaran. Sebelumnya saya belum pernah mengunggah tulisan berbau galau macam ini di sosial media. Karena memang, saya orang introvert. Tak suka mengurusi orang lain, seperti juga saya tidak suka ada orang lain mencampuri urusan saya. Siapapun itu. Kekanakan mungkin, tapi itulah saya. Sebuah embrio yang sedang belajar menghadapi hidup. Hidup tidak berat, hidup tidak juga keras seperti kata orang-orang. Bagi saya, hidup sungguh galau.  Campur tangan orang-orang  di sekitar yang menganggap kita belum cukup mampu mengambil keputusan sendiri, menganggap kita belum cukup punya pengalaman hidup, menganggap kita tidak akan bisa bertahan di dunia luar, membuat saya akan tetap menjadi embrio....
Embrio tetaplah sebuah embrio...