ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
A. Pengertian
IPS
Ada beberapa pendapat
tentang pengertian IPS :
1)
Jean
Jarolimek (1967) : IPS adalah mengkaji manusia dalam hubungannya dengan
lingkungan sosial dan fisiknya.
2)
Wesley
: IPS sebagai bagian dari nilai-nilai sosial yang dipilih untuk tujuan
pendidikan
3)
Binning
: IPS suatu pelajaran yang berhubungan langsung dengan perkembangan dan
organisasi masyarakat manusia dan manusia sebagai anggota dari kelompok sosial
(1952)
4)
Michaelis
(1957) : IPS dihubungkan dengan manusia dan interaksinya dengan lingkungan
fisik dan sosialnya yang menyangkut hubungan kemanusiaan
5)
Depdikbud
RI. Dalam kurikulum 1975 : IPS adalah bidang studi yang merupakan paduan dari
sejumlah mata pelajaran sosial
6)
Prof.
Dr. D. Nasution, MA (1975) : IPS suatu program pendidikan yang merupakan suatu
keseluruhan, yang pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan fisik
maupun dalam lingkungan sosialnya, dan yang bahannya diambil dari berbagai ilmu
–ilmu sosial : geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, sosiologi, politik dan
psikologi sosial.
1. Apa
dan Mengapa Ilmu Pengetahuan Sosial
Pembelajaran
IPS bertujuan untuk membekali para peserta didik agar nantinya mereka dapat
menghadapi dan menangani berbagai masalah sosial yang ditimbulkan akibat kompleksitas meliputi perkembangan ilmu dan
teknologi serta kemajemukan masyarakat kita.
Menurut
Barth dan Shermis (1980), hal-hal yang dikaji dalam IPS adalah :
a)
Pengetahuan
b)
Pengolahan
informasi
c)
Telaah
nilai dan keyakinan
d)
Peran
serta dalam kehidupan
Keempat butir bahan
belajar tersebut merupakan jalan bagi pencapaian tujuan IPS.
Harus diakui bahwa ide IPS berasal dari literatur pendidikan Amerika Serikat. Nama asli IPS di Amerika Serikat adalah “Social Studies”. Istilah tersebut pertama kali dipergunakan sebagai nama sebuah Komite yaitu “Committee of Social Studies” yang didirikan pada tahun 1913. Tujuan dari lembaga itu adalah sebagai wadah himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum Ilmu-ilmu Sosial di tingkat Sekolah Dasar dan Menengah, dan ahli-ahli Ilmu-ilmu Sosial yang mempunyai minat sama.
Harus diakui bahwa ide IPS berasal dari literatur pendidikan Amerika Serikat. Nama asli IPS di Amerika Serikat adalah “Social Studies”. Istilah tersebut pertama kali dipergunakan sebagai nama sebuah Komite yaitu “Committee of Social Studies” yang didirikan pada tahun 1913. Tujuan dari lembaga itu adalah sebagai wadah himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum Ilmu-ilmu Sosial di tingkat Sekolah Dasar dan Menengah, dan ahli-ahli Ilmu-ilmu Sosial yang mempunyai minat sama.
Pada waktu
Indonesia memperkenalkan konsep IPS, pengertian dan tujuannya tidaklah persis
sama dengan Social Studies yang ada di Amerika Serikat. Karena kondisi
masyarakat Indonesia memang berbeda dengan kondisi masyarakat Amerika Serikat. Latar
belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia
sangat berbeda dengan di Inggris dan Amerika Serikat. Pertumbuhan IPS di
Indonesia tidak terlepas dari situasi kacau, termasuk dalam bidang pendidikan, sebagai
akibat pemberontakan G30S/PKI. Setelah keadaan tenang pemerintah “Orde Baru”
melancarkan Pembangunan Lima Tahun (PELITA). Pada masa Pelita I (1969- 1974)
Tim Peneliti Nasional di bidang pendidikan menemukan lima masalah nasional
dalam bidang pendidikan. Lima masalah tersebut adalah sebagai berikut.
1.
Masalah
kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
2.
Masalah
kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan.
3.
Masalah
relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan kebutuhan
pembangunan.
4.
Masalah
efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana.
5.
Masalah
pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi
kepentingan pembangunan nasional
Salah satu
upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah melakukan pembaharuan kurikulum
sekolah. Pada awal masa Pelita I, pemerintah membentuk Proyek Pembaharuan
Kurikulum dan Metode Mengajar (PPKM) yang memberi kesempatan kepada masyarakat
untuk menciptakan kurikulum sekolah secara lokal.
Pertama
kalinya mata pelajaran IPS muncul dalam kurikulum lokal yang dikembangkan oleh
sekolah Ibu Pakasi di Malang dan kemudian diuji cobakan di delapan IKIP di Indonesia
dan diimplementasikan secara nasional sejak diberlakukannya Kurikulum 1975.
2. Rasional
Mempelajari IPS
Pengajaran
IPS sangat penting bagi jenjang pendidikan dasar dan menengah karena siswa yang
datang ke sekolah berasal dari lingkungan yang berbeda-beda. Pengenalan mereka
tentang masyarakat tempat mereka menjadi anggota diwarnai oleh lingkungan
mereka tersebut.
Sesuai
dengan tingkat perkembangannya, siswa SD belum mampu memahami keluasan dan
kedalaman masalah-masalah sosial secara utuh, tetapi mereka dapat diperkenalkan
kepada masalah-masalah tersebut. Melalui pengajaran IPS siswa dapat memperoleh
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kepekaan untuk menghadapi hidup dengan
tantangan-tantangannya. Selanjutnya diharapkan bahwa mereka kelak mampu
bertindak secara rasional dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
Jadi
rasional mempelajari IPS adalah :
a)
Supaya
para peserta didik dapat mensistematisasikan bahan, informasi, dan atau
kemampuan yang telah dimiliki tentang manusia dan lingkungannnya menjadi lebih
bermakna.
b)
Supaya
para peserta didik dapat lebih peka dan tanggap terhadap berbagai masalah
sosial secara rasional dan bertanggungjawab.
c)
Supaya
para peserta didik dapat mempertinggi rasa toleransi dan persaudaraan di
lingkungan sendiri dan antarmanusia.
B.
Hakekat IPS
Pada
hakekatnya IPS adalah telaah tentang manusia dan dunianya. Hakikat dari IPS terutama
jika disorot dari anak didik adalah: Sebagai pengetahuan yang akan membina para
generasi muda belajar ke arah positif yakni mengadakan perubahan-perubahan
sesuai kondisi yang diinginkan oleh dunia modern atau sesuai daya kreasi
pembangunan serta prinsip-prinsip dasar dan sistem nilai yang dianut masyarakat
serta membina kehidupan masa depan masyarakat secara lebih cemerlang dan lebih
baik untuk kelak diwariskan kepada turunannya secara lebih baik. IPS sebagai
paduan dari sejumlah subjek (ilmu) yang isinya menekankan pembentukan warga
negara yang baik daripada menekankan isi dan disiplin subjek tersebut.
1.
Hakekat dan tujuan IPS
Banyak ahli
ilmu sosial berpendapat bahwa sifat-sifat kemanusiaan itu dipelajari (Perry dan
Saidler, 1973). Proses belajar sifat-sifat itu berlangsung sejak kanak-kanak.
Proses tersebut dapat berlangsung dalam interaksi akrab antara anak dan orang
dewasa sekelilingnya dengan adanya bahasa.
Setiap
orang sejak lahir, tidak terpisahkan dari manusia lain, khususnya dari orang
tua, dan lebih khusus lagi dari ibu yang melahirkannya. Sejak saat itu Si bayi telah
melakukan hubungan dengan orang lain, terutama dengan ibunya dan anggota keluarga
yang lainnya. Meskipun masih sepihak, artinya dari orang-orang yang lebih tua
terhadap dirinya, hubungan sosial itu telah terjadi. Tanpa hubungan sosial dan bantuan
dari anggota keluarga lain, terutama dari ibunya, si bayi tidak berdaya dan tidak
akan mampu tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa.
IPS merupakan kajian yang luas tentang manusia dan
dunianya, hal ini membawa dampak ikutan (nurturant
effect) yang baik, perluasan wawasan
tentang manusia, dan dapat menimbulkan kesulitan pada mereka yang
menggelutinya. Ada beberapa kesesuaian tentang tujuan IPS yaitu upaya
menyiapkan para peserta didik supaya dapat menjadi warga yang baik, tetapi
istilah “warga yang baik” mempunyai penafsiran yang cukup banyak. Oleh karena
itu, Barr dan kawan-kawan (1977); (1978); dan Barth dan Shemis (1980)
menunjukkan bahwa sebenarnya bukan hanya ada satu telaah (tradisi) dalam IPS,
melainkan ada tiga.
Tradisi pertama ialah pewarisan budaya (Citizen-ship Transmission) yang menurut
mereka indok-trinatif dalam
menyajikan bahan belajar. Kewargaan (Citizen-ship)
adalah kemampuan bertindak sebagai warga yang sesuai dengan nilai dasar-dasar
yang telah disepakati dan dianggap baik. Indok-trinasi adalah semua pengalaman
belajar (pendidikan) yang dilaksanakan dalam suasana belajar yang tidak kritis
(uncritical learning) (Barr dan
kawan-kawan, 1977).
Tradisi kedua ialah tradisi ilmu sosial (social science tradition) yang merujuk
kepada pengertian bahwa IPS sebenarnya dapat diturunkan dari salah satu ilmu
sosial. Sifat-sifat kewargaan dapat diperoleh melalui pemahaman tentang segi
metodologis ilmu sosial.
Tradisi ketiga disebut inkuiri reflekstif (reflective inquiry) yang didasarkan pada
pemikiran reflektif (reflective thinking)
dari John Dewey. Kewargaan tercermin dari kemampuan memecahkan masalah dalam suasana
lingkungan yang sarat nilai. Nilai yang dikaji bukan masalah baik atau buruk
itu sendiri melainkan tentang bagaimana kita menelaah nilai dengan tepat.
Cakupan IPS sangat luas. Namun IPS tidak seluas Pendidikan
Sosial (Social Education). John E.
ord (1972) menyatakan bahwa pendidikan sosial mengacu kepada keseluruhan
kehidupan interpersonal peserta
didik, yang meliputi pengajaran sosial (social
learning) yang dialami peserta didik di rumah, di sekolah, dan di berbagai
lingkungan tempat peserta didik bergaul, sedangkan IPS hanya merupakan salah
satu wahana pengajaran yang memberi sumbangan kepada pendidikan sosial yang
positif.
Tujuan pengajaran IPS sama halnya tujuan pendidikan yang
meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam ranah kognitif,
dikatakan bahwa hal-hal tentang manusia dan dunianya itu harus dapat dinalar
supaya dapat dijadikan sebagai alat pengambilan keputusan yang rasional dan
tepat. Jadi yang dikehendaki bukanlah hanya fakta tentang manusia dan dunia
sekelilingnya, melainkan terutama adalah konsep dan generalisasi yang diambil
dari analisis tentang manusia dan lingkungannya.
Salah satu
bagian dari tujuan afektif adalah semangat ilmiah dan imajinasi. Disamping
nilai dan sikap terhadap pengetahuan (dalam hal ini IPS), nilai dan sikap
terhadap masyarakat dan kemanusiaan, misalnya menghargai martabat manusia dan
sensitive terhadap perasaan orang lain, serta nilai dan sikap terhadap bangsa
dan negara juga penting.
Tujuan
keterampilan yang dapat diraih dalam pengajaran IPS sangat luas.
Keterampilan-keterampilan yang harus dikembangkan meliputi
keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk memperoleh pengetahuan dan
nilai serta sikap.
2.
Materi dan Ruang Lingkup
IPS
Keanekaragaman
kelompok masyarakat dengan karakternya yang berbeda-beda, merupakan unsur ruang
lingkup IPS lainnya yang sangat menarik untuk diamati dan dipelajari.
Perkembangan kehidupan sosial dengan segala aspeknya dari waktu ke waktu, mulai
dari tahap yang sederhana sampai tingkat modern, merupakan sisi lain dari ruang
lingkup IPS. Proses perkembangan tersebut biasa dikonsepkan sebagai proses
sosial, merupakan pokok bahasan IPS yang memberikan “citra” kepada kita
berkenaan dengan dinamika dan perubahan sosial manusia.
Materi dan
ruang lingkup IPS menurut Preston dan Herman adalah sebagai berikut:
1.
Tingkat
Taman Kanak-Kanak bahan belajar menjangkau hubungan rumah dengan sekolah dan
tanggung jawab mereka.
2.
Kelas
I SD disajikan keluarga dan lingkungannya.
3.
Kelas
II SD mendapat sajian tentang lingkungan pertetanggaan dan komunitasnya di
wilayah yang berbeda, umumnya di negara sendiri. Akan tetapi adakalanya juga
negara lain pun diungkapkan.
4.
Kelas
III SD dihadapkan dengan komunitas sendiri dan luar negeri, yang lebih
dititikberatkan ialah tentang masalah sumber komunitas sendiri, kebutuhan
pangan, sandang dan papan, bentuk-bentuk komunikasi dan transportasi serta
kehidupan di kota.
5.
Kelas
IV SD memperoleh bahan belajar tentang beberapa lingkungan wilayah dan
kebudayaan di dunia. Titik berat terutama tentang kebudayaan dan komunitas tertentu
dalam kebudayaan tersebut. Terkadang yang mendapat perhatian adalah segi
geografinya, dan hanya sedikit saja yang menitikberatkan pada wilayah dan
kebudayaan di negara sendiri.
6.
Kelas
V SD membahas sejarah, geografi, sosiologi, dan antropologi negara sendiri.
Dalam beberapa program diungkapkan pula tentang negara tetangga.
7.
Kelas
VI SD menurut Preston dan Herman dibahas tentang sejarah, geografi, dan
beberapa segi dari wilayah tertentu di dunia, terutama di belahan dunia sebelah
timur, misalnya sebagai sampel adalah negara-negara Amerika Latin dan Kanada.
Sejumlah kecil program menyajikan secara luas studi permasalahan dan
perkembangan kultural, sosial dan ekonomi.
Dalam
kurikulum Sekolah Dasar tahun 1968 sebutan pengajaran IPS belum dikenal, tetapi
yang dijelaskan adalah Pendidikan Kewarganegaraan (Kurikulum 1968). Mata
pelajaran ini disebut segi pendidikan , dan termasuk segi pendidikan Kelompok
Pembinaan Jiwa Pancasila. Segi pendidikan ini merupakan jalinan (korelasi) segi
pendidikan Ilmu Bumi, Sejarah, dan Pengetahuan Kewarganegaraan. Materi dan
ruang lingkupnya adalah sebagai berikut:
1.
Kelas
I SD tentang kehidupan di rumah dan sekitarnya yang menyangkut hubungan sosial,
termasuk kekeluargaan, sopan santun, kegotongroyongan, tanggung jawab, dan tata
tertib di jalan, sekolah dan sekitarnya, hari Ied, Natal, Proklamasi, dan
sebagainya.
2.
Kelas
II SD mengenai kehidupan desa, kota, tertib lalu lintas, arah, waktu sehari,
ceritera rakyat, dan ceritera pahlawan.
3.
Kelas
III SD mempelajari kedelapan penjuru angin, kecamatan, petilasan di tempat,
pemerintahan, dan tokoh daerah.
4.
Kelas
IV SD mempelajari seluruh tanah air, termasuk propinsi-propinsi, tokoh-tokoh
proklamasi, dan pemerintahan daerah.
5.
Kelas
V SD tentang tanah air (lanjutan dari kelas sebelumnya), Negara tetangga sudah
dipelajari secara sistematik, sejarah Pergerakan Nasional, proklamasi dan
sesudahnya, masalah sosial, dan Pancasila.
6.
Kelas
VI SD mengenai tanah air (lebih luas dari pembahasan di kelas sebelumnya),
negara tetangga (lanjutan dari kelas sbelumnya), migrasi, pembangunan nasional,
asal-usul bangsa, perjuangan mempertahankan dan memelihara tanah air, pahlawan,
PBB dan dunia.
Materi
dan Ruang Lingkup IPS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar