Tiba tiba ingin menulis lagi. Tiba tiba ingin memindahkan
isi kepalaku ke tempat lain. Tiba tiba hari ini begitu muram. Tiba tiba yang
ada hanya galau.
Ya, hari ini saya memang sedang galau. Setiap hari saya
merasa galau. Meskipun di sela-sela kegalauan itu pasti saya sempatkan untuk
menghubungi teman-teman saya dan saya akan tertawa-tawa ketika mengetahui bahwa
mereka juga merasakan kegalauan yang sama dengan saya. Bahkan ada yang lebih
galau. Tetapi tetap saja saya merasa galau.
Hari ini adalah hari terakhir saya bekerja di tempat ini
sebagai seorang staf merangkap pengajar. Hari-hari yang akan datang saya tetap
bekerja di sini, sebagai seorang pengajar saja. Banyak hal akan berbeda. Terutama
gaji dan jam kerja. Namun bukan itu yang membuat saya galau, sama sekali bukan.
Satu-satunya yang menyebabkan kegalauan adalah status saya yang tadinya sebagai
pekerja menjadi pengangguran. Meskipun sebenarnya saya tidak menganggur
nantinya, anggapan orang-orang akan berbeda tentunya. Hais. Begitulah manusia
Indonesia. Senang sekali mengira-ngira, senang sekali jika dirinya lebih baik
dari orang lain padahal dirinya sendiri belum cukup baik dibandingkan orang
lain juga. Kalimat saya sangat membingungkan. Efek galau. Biasa. Belum lagi jika
beberapa orang nantinya bertanya kenapa saya tak lagi bekerja? Kenapa saya
belum juga mengajar di sekolah? Hais. Lelah rasanya harus menjawab
pertanyaan-pertanyaan itu. Anda-anda sekalian yang tidak tahu apa-apa, cukuplah
diam dan get out of my business...hrrrkkk
Entah kenapa rasanya mual sekali. Mual di perut yang
diakibatkan oleh kemuakan saya dengan beberapa hal. Salah satunya sudah saya
sebutkan di atas. Salah selanjutnya adalah
karena orang-orang dewasa di sekitar saya mengalami kelabilan. Hari pertama
berkata A, hari selanjutnya berkata Z. Berlawanan. Membuat embrio semacam saya
kalang kabut. Ya, saya menyebut diri saya sebagai embrio. Belum menjadi sebuah
individu yang utuh, belum memiliki hak untuk menentukan jalan hidup.
Kekalangkabutan itulah yang saya sebut sebagai kegalauan. Tak tahu harus membagi
sebongkah kegalauan ini kepada siapa, maka blog yang tak berdosa ini pun
menjadi sasaran. Sebelumnya saya belum pernah mengunggah tulisan berbau galau
macam ini di sosial media. Karena memang, saya orang introvert. Tak suka
mengurusi orang lain, seperti juga saya tidak suka ada orang lain mencampuri
urusan saya. Siapapun itu. Kekanakan mungkin, tapi itulah saya. Sebuah embrio
yang sedang belajar menghadapi hidup. Hidup tidak berat, hidup tidak juga keras
seperti kata orang-orang. Bagi saya, hidup sungguh galau. Campur tangan orang-orang di sekitar yang menganggap kita belum cukup
mampu mengambil keputusan sendiri, menganggap kita belum cukup punya pengalaman
hidup, menganggap kita tidak akan bisa bertahan di dunia luar, membuat saya
akan tetap menjadi embrio....
Embrio tetaplah sebuah embrio...